Jurnalis di Pekanbaru Ikuti Workshop Penyelamatan Hutan dan Liputan Investigatif Lingkungan
Sabtu, 17-05-2025 - 08:23:33 WIB
 |
Sebanyak 16 jurnalis dari berbagai media di Pekanbaru mengikuti workshop dan program fellowship yang diselenggarakan oleh Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) bekerja sama dengan Green Radio Line, Kamis (15/5/2025), di Hotel Pangeran. |
PEKANBARU – Sebanyak 16 jurnalis dari berbagai media di Pekanbaru mengikuti workshop dan program fellowship bertema “Penyelamatan Hutan Riau dan Akses Pengelolaan Berbasis Masyarakat” yang diselenggarakan oleh Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) bekerja sama dengan Green Radio Line, Kamis (15/5/2025), di Hotel Pangeran.
Kegiatan ini menghadirkan sejumlah narasumber yang kompeten di bidang lingkungan dan jurnalisme investigatif, seperti Okto Yugo Setyo (Koordinator Jikalahari), Made Ali (Senior Expert Bidang Lingkungan), dan Andi Fachrizal alias Rizal Daeng (Ketua Dewan Pengawas Masyarakat Jurnalis Lingkungan Indonesia/SIEJ).
Dalam paparannya, Okto Yugo Setyo membeberkan hasil investigasi yang dilakukan timnya terhadap 33 perusahaan hutan tanaman industri (HTI) di 11 provinsi selama periode 2023–2025. Penelusuran ini bertujuan menilai komitmen korporasi terhadap kebijakan No Deforestation, No Peat, No Exploitation (NDPE) serta implementasi standar keberlanjutan seperti SFMP APRIL, FCP APP, dan Forest Stewardship Council (FSC).
Tim investigasi, jelas Okto, mengumpulkan bukti berupa dokumentasi foto dan video yang dilengkapi data GPS dari lokasi-lokasi indikatif pelanggaran. “Selain itu, kami juga mengumpulkan dokumen dan melakukan wawancara lapangan untuk memperkuat analisis,” ujarnya.
Hasilnya menunjukkan adanya kelalaian dalam pemulihan lahan gambut, termasuk deforestasi di zona lindung serta kubah gambut prioritas restorasi, baik yang memiliki kanal maupun tidak.
Narasumber lainnya, Made Ali, mengangkat isu korupsi perizinan kehutanan di Riau. Ia menyoroti ketimpangan hukum dalam penanganan kasus suap antara korporasi dan pejabat publik.
“Fakta persidangan membuktikan adanya suap dari perusahaan HTI kepada kepala daerah. Tapi hanya kepala daerah yang dijadikan tersangka, sementara korporasi sebagai pemberi suap tak tersentuh hukum,” tegasnya.
Menurutnya, hal ini mencerminkan ketidakadilan struktural, di mana aktor utama yang menikmati hasil eksploitasi hutan justru lolos dari jerat hukum.
Sesi terakhir diisi oleh Andi Fachrizal, yang membagikan pengalaman dalam melakukan liputan investigatif kejahatan lingkungan. Ia menekankan pentingnya proses investigasi yang sistematis, mulai dari penelusuran fakta, identifikasi akar masalah, hingga penyusunan laporan akhir.
“Gunakan elemen visual seperti grafik, peta, dan dokumentasi lapangan untuk memperkuat laporan. Itu akan memudahkan pembaca memahami kompleksitas isu,” jelas Rizal Daeng.
Sebagai bentuk dukungan terhadap peliputan lingkungan, panitia juga menyediakan beasiswa liputan senilai Rp5 juta untuk empat proposal terbaik yang diajukan peserta.
“Proposal bisa dikirim ke panitia. Kami akan seleksi dan pilih yang paling layak untuk didanai,” tutur Suryadi M. Nur, Ketua Panitia Workshop dan Fellowship Jikalahari–Green Radio Line, seperti yang dilansir dari tribunnews.(*)
Komentar Anda :