Rabu, 10 Desember 2025

Breaking News

  • Secarik Koran, Jendela Menuju Penyair Terkemuka   ●   
  • Masyarakat Bingung Tanggal Cuti Natal? Ini Penjelasan Resminya   ●   
  • Matchday Keenam Liga Champions: Barcelona Bangkit, Chelsea Kembali Terpeleset   ●   
  • Pemko Pekanbaru Salurkan Rp1,5 Miliar Bantuan untuk Korban Bencana di Aceh   ●   
  • BNPB: Total Korban Meninggal Bencana di Sumatera Capai 964 Orang   ●   
Secarik Koran, Jendela Menuju Penyair Terkemuka
Rabu 10 Desember 2025, 13:09 WIB
Bincang santai bersama Iyut Fitra di kediamannya. (foto koleksi pribadi)

Feature

Missellyu Harahap *)

Seperti pena yang menari di atas kertas, ibarat cahaya dari lentera kecil, tulisan mereka membawa kejelasan di tengah kebingungan dunia. Menerangi sudut-sudut realitas yang sering terlewatkan. Seorang penulis bukan hanya sekadar menulis, tapi menghidupkan kata-kata bermakna. 

Di ruang sederhana, dengan lampu temaram, Iyut Fitra menulis selaksa berdoa; setiap kata yang lahir membawa napas panjang seorang penyair yang tumbuh dari lembar-lembar kehidupan. Di balik setiap bait puisi seorang penyair tersimpan perjalanan panjang jiwa mencari arti. 

Ia menulis bukan semata untuk dibaca, tapi untuk dirasakan, agar dunia tahu bahwa setiap kalimat bisa menjadi jendela menuju keindahan, sekaligus pelarian dari kesunyian. Melalui puisi-puisinya, kita belajar bahwa seni bukan hanya keindahan, tapi keberanian untuk jujur pada nurani sendiri.

Suatu sore, saya mendatangi tempat luas dan sejuk dengan pekarangan asri. Tepat di halamannya terdapat bangunan rumah gadang kokoh menggambarkan sosok insan seni tangguh mempertahankan identitasnya sendiri. 

Pekarangan itu tempat kumpulan seniman bernama "Komunitas Seni Intro." Lokasinya di Jalan Kalimantan Nomor 40, Kelurahan Padang Tangah, Kecamatan Payakumbuh Barat, Kota Payakumbuh, Sumatera Barat. Di tempat ini pula sosok penyair terkemuka Indonesia, Iyut Fitra menetap.

Masa Kecil di Payakumbuh

Iyut Fitra bernama asli Zulfitra, biasa dipanggil akrab Kuyut. Lelaki  berambut sebahu tersebut lahir di Payakumbuh, 16 Februari tahun 1968, dari pasangan suami istri Safri dan Jawani bersuku Pitopang. Ia salah satu tokoh yang mendirikan "Komunitas Seni Intro" di Kota Gelamai tersebut.

Iyut alumni SMAN 2 Payakumbuh. Menghabiskan masa kecilnya di SD Negeri 02 Payakumbuh. Sebelumnya, Ayah dari sosok perempuan yang bernama Singgit Namaku ini mengakui sering berpindah SMP. Awalnya ia bersekolah di SMPN 1 Payakumbuh, lalu berpindah ke SMP Iskandar Koto Nan Ampek, hingga berpindah lagi dan tamat di SMPN 3 Nan Kodok Payakumbuh.
 
Sebelum menjadi penyair ternama, lelaki berperawakan santai ini menceritakan tentang terbentuknya Komunitas Seni Intro yang dibentuknya pada 2 Mei 1990. 

“Komunitas ini terbentuk karena seringnya Kuyut dan teman-teman berkumpul setiap malam. Saat itu ada yang bernyanyi, bermusik serta menulis. Dari kumpulan serta kegiatan itulah akhirnya Kuyut dan teman teman membentuk sebuah komunitas yang bernama Komunitas Seni Intro,” jelasnya.

Komunitas Seni Intro

Semenjak dibentuk, Komunitas Seni Intro  (KSI) sering mengadakan beberapa iven, di antaranya; Lomba Membaca Puisi tingkat Sumatera Barat- Riau serta Festival Kreativitas Remaja (2024). 

Iyut juga menceritakan langkanya seni modern di Payakumbuh, sehingga membuat pertunjukan drama dan musikalisasi yang mereka tampilkan menarik perhatian masyarakat. 

Lantaran itulah, KSI pun mendapat penghargaan dan prestasi di berbagai level. Selain pendiri KSI, pria 57 tahun ini dikenal luas sebagai penyair garda depan Indonesia. 

Puisi-puisi yang lahir dari gelut batin dan pikirannya banyak dimuat diberbagai media; baik lokal, nasional maupun internasional, seperti di Malaysia dan Brunei Darussalam. 

Lebih jauh, ia juga kerap diundang ke beberapa pertemuan sastrawan seperti Ubud Writers and Readers di Bali, Pertemuan sastrawan Nusantara di Johor Baru Malaysia, serta Mimbar Penyair abad-21 di Jakarta.

Payakumbuh Poetry Festival

Iyut adalah kurator dan penggagas iven Payakumbuh Poetry Festival yang rutin diadakan KSI dengan sponsor terkait sejak 2021 hingga sekarang.  Acara ini dihelat sebagai wadah bagi penyair, seniman dan masyarakat untuk merayakan puisi, sastra dan seni. 

Pada 2021, Payakumbuh Poetry Festival mengusung tema “Tokoh dan Kota” dengan tujuan sebagai dedikasi buat pahlawan yang berasal dari Payakumbuh dan telah gugur yang memperjuangkan kemerdekaan tanah air.

Adapun rangkaiannya, yakni sayembara menulis puisi, membaca puisi, rantak puisi, syair surau, sound poetry serta diskusi bersama seniman dan sastrawan dari Indonesia maupun Asia Tenggara.  

Berikutnya, pada tahun 2022 mengusung tema “Puisi Tentang Puisi”, kemudian tahun 2023 dengan tema “Distopia” lalu pada 2024 mengusung tema tentang “Penyembuhan.”

Beberapa buku puisi karya Iyut Fitra, diantaranya; “Musim Retak” (2006), “Dongeng-dongeng Tua” (2009), “Beri Aku Malam” (2012), “Baromban”(2016), “Lelaki Tangkai Sapu” (2017), “Mencari Jalan Mendaki” (2018), “Sinama” (2020), “Kepadamu Kami Bicara” (2022), “Dengung Tanah Goyah” (2024).

Adapun “Dengung Tanah Goyah” masuk nominasi sepuluh besar Kusala Sastra 2025.

Suka Membaca Koran

Sebelum menekuni puisi, pria berkacamata itu bercerita jika ia suka membaca koran. “Dulu orang tua Kuyut langganan membeli koran. Koran-koran yang dibeli itulah sering Kuyut baca hingga mendapat informasi dan hal unik yang kemudian Kuyut curahkan ke dalam syair hingga terciptalah puisi. Percayalah, setiap penulis itu berasal dari seorang yang hobi dan rajin membaca. Karena, kalau tidak membaca bagaimana kamu akan terinspirasi dan mampu membuat tulisan yang bermakna?” urainya.
 
Baginya, setiap koran maupun kertas-kertas dan majalah-majalah yang dibaca dapat menimbulkan inspirasi dalam proses kreatif menciptakan sebuah puisi. 

Jika menengok kilas balik perjalanan hidupnya, semasa SD Iyut kecil  suka membuatkan teman- temannya puisi pendek yang sangat menarik perhatian, sehingga selalu diminta membuatkan puisi. Karena kebiasaan sedemikian, seiring perjalanan waktu Iyut menciptakan banyak puisi. Nama dan karya-karyanya bergema baik di nasional maupun internasional.

Raih Penghargaan

Atas segenap dedikasinya pada "dunia kata kata" tersebut, Iyut kerap mendapat penghargaan di berbagai level. Salah satunya, “Lelaki Tangkai Sapu” di tahun 2020 mendapat penghargaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Republik Indonesia. Sementara, di tahun 2022 Iyut mendapat penghargaan Anugerah Payakumbuh Award dari Walikota Payakumbuh untuk kategori Tokoh Seni dan Budaya.

Selain menjadi penyair, mengoleksi batu akik juga merupakan hobinya. Merosotnya peminat batu akik lima tahun lalu membuat Iyut dan Komunitas Paliko Gemstone berinisiatif memasarkan batu akik dengan cara membuat souvenir, aksesoris unik serta bekerja sama dengan instansi terkait. Kegiatan itu juga bertujuan menaikkan pasar dan keuntungan bagi penambang dan penjual lokal batu akik.

Di penghujung wawancara, Ayah dari laki-laki bernama Namaku Langit ini menyampaikan harapannya untuk generasi muda serta masyarakat Indonesia terutama warga Payakumbuh. 

Ia berharap, semoga makin banyak komunitas yang terbentuk di negara ini. Karena dengan adanya komunitas, masyarakat bebas mengekspresikan diri dalam berkarya, belajar membuat dan mempelajari seni dan sastra Indonesia. Tak lupa, ia menyematkan pesan, jika ingin menjadi penulis dan penyair terkemuka, hal utama mesti rajin membaca.

"Kuyut saja bisa merubah dari hal sepele yang hanya membaca koran menjadi syair yang indah, sehingga menjadi penyair nasional. Tidak mungkin dong anak muda sekarang yang lebih berpikiran maju kalah sama Kuyut," ujarnya tersenyum, sembari jemari saya terus menari di atas keyboard laptop menuliskan kekaguman pada sosok penyair kenamaan tersebut. 

Sosok Inspiratif

Seketika ada cahaya yang menetes di hati. Menyadarkan bahwa membaca bukan sekadar melihat huruf, tapi menyalakan api pengetahuan yang menuntun langkah menuju makna hidup. Setiap kata adalah kunci yang membuka pintu-pintu inspirasi. Setiap tulisan serasa bunga mekar dari taman pikiran. 

Bagi mereka yang ingin berkarya, seperti puisi, syair ataupun cerita pendek (cerpen) serta karya fiksi lainnya sosok Iyut Fitra tentu jadi panutan, khususnya bagi generasi muda. Dimana setiap kata yang dibaca menjadi benih bagi tulisan yang mengubah dunia. Karya berupa tulisan meninggalkan jejak yang tak lekang oleh waktu. Tak sekadar dikagumi, lebih jauh untuk direnungi. 

Biarlah seni menyeberangi zaman dan menyulami negeri, hingga kelak bercahaya menuju visi Indonesia Emas 2045; menjadikan bangsa ini berdaulat, maju, adil dan makmur. (*)

 

*) Penulis siswi kelas 11.F.11 SMAN 2 Payakumbuh, Sumatera Barat

 




Editor : Arlen Ara Guci
Kategori : Daerah
Untuk saran dan pemberian informasi kepada situsnews.com, silakan kontak ke email: redaksi situsnews.com
Berita Pilihan
Rabu 10 Desember 2025
Masyarakat Bingung Tanggal Cuti Natal? Ini Penjelasan Resminya

Senin 08 Desember 2025
Beda Warna Beda Khasiat: Ini Nutrisi Anggur Hijau, Merah, dan Hitam

Kamis 04 Desember 2025
Satu Amalan Kecil yang Mengantarkan Seseorang ke Surga

Senin 01 Desember 2025
Ribuan Mengungsi, Ratusan Tewas dalam Banjir dan Longsor di Sumatera

Sabtu 29 November 2025
FPK Riau Gelar Seminar Pembauran Kebangsaan Berperspektif Budaya Melayu

Kamis 27 November 2025
Material Longsor Tutupi Jalan dan Permukiman di Jembatan Kembar

Kamis 13 November 2025
Indonesia Tegaskan Larangan Ekspor Sarang Burung Walet Kotor

Rabu 12 November 2025
Utang Pinjol Warga RI Tembus Rp 90,99 T, Gaji Habis buat Bayar Cicilan

Sabtu 08 November 2025
Korlantas Polri Siapkan Operasi Zebra dan Nataru untuk Amankan Libur Akhir Tahun

Kamis 06 November 2025
KPK Tetapkan Gubernur Riau Abdul Wahid dan Dua Pejabat Lain Tersangka Korupsi Rp 7 Miliar

Copyrights © 2025 All Rights Reserved by Situsnews.com
Scroll to top